Friday, May 25, 2018

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI DAUN SEREH (Cymbopogon winterianus)




LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA


PERCOBAAN KE 5
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI DAUN SEREH (Cymbopogon winterianus)







Nama                                       : Lusiana Danis Pramesti
NIM                                          : 1606067071
Kelompok                                : A3
Hari, Tanggal Praktikum        : Sabtu, 5 Mei 2018
Dosen Pembimbing                 : Erma Yunita, M.Sc., Apt





LABORATURIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018






HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN

Laporan Praktikum FITOKIMIA Percobaan Ke 5 dengan Judul ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI DAUN SEREH (Cymbopogon winterianus) adalah benar sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilaksanakan. Laporan ini saya susun sendiri berdasarkan data hasil praktikum yang telah dilakukan.


Dosen Pembimbing,



(Erma Yunita, M.Sc., Apt)





Yogyakarta, 26 Mei 2018
Mahasiswa,



(Lusiana Danis Pramesti)

Data Laporan (Diisi dan diparaf oleh Dosen/Laboran/Asisten)
Hari, Tanggal Praktikum
Hari, Tanggal Pengumpulan Laporan

Sabtui, 5 Mei 2018


Sabtu, 26 Mei 2018


Nilai Laporan (Diisi oleh Dosen)
No.
Aspek Penilaian
Nilai
1.
Ketepatan waktu pengumpulan (10)

2.
Kesesuaian laporan dengan format (5)

3.
Kelengkapan dasar teori (15)

4.
Skematika kerja (10)

5.
Penyajian hasil (15)

6.
Pembahasan (20)

7.
Kesimpulan (10)

8.
Penulisan daftar pustaka (5)

9.
Upload data via blog/wordpress/scribd/ academia.edu (10)

TOTAL









LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA

Percobaan 5
Isolasi dan Identifikasi Minyak Atsiri dari Daun Sereh (Cymbopogon winterianus)


         I.            Judul Praktikum
Isolasi dan Identifikasi Minyak Atsiri dari Daun Sereh (Cymbopogon winterianus).

      II.            Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat memahami prinsip isolasi minyak atsiri dan dapat mengerjakan isolasi beserta identifikasinya dengan kromatografi lapis tipis (KLT).

   III.            Dasar Teori
1.      Monografi Sereh
Sistematika tanaman sereh sebagai berikut (Lutony, 2002):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisio : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Spesies : Cymbopogon nardus L
Di Indonesia, terdapat dua jenis tanaman sereh, yaitu sereh dapur (Cymbopogon citratus) dan sereh wangi (Cymbopogon nardus L). Di Srilangka, tanaman ini tumbuh alami, tetapi dapat di tanam dalam berbagai kondisi tanah di daerah tropis yang lembab, cukup matahari, dan memiliki curah hujan relatif tinggi. Di indonesia, tanaman sereh banyak di temui di daerah Jawa dan dikenal dengan nama ‘sere’ (Armando, 2009).
Tanaman sereh Jawa tumbuh pada berbagai tanah yang memiliki kesuburan cukup. Tanah jenis geluh pasiran pada ketinggian 180-450 m di atas permukaan laut, iklim lembab dengan curah hujan teratur menghasilkan minyak yang berkualitas tinggi. Hasil minyak sereh yang paling tinggi diperoleh dari tanaman yang ditanam pada tanah geluh pasiran dengan pH 6,00 hingga 6,50, Sedangkan tanah dengan pH lebih rendah tidak cocok untuk tanaman sereh (Sastrohamidjojo, 2004).
Kandungan kimia yang terdapat di dalam tanaman sereh antara lain, sitronelal, geraniol, sitronelol dan sisa hasil destilasi mengandung sekitar 2 % nitrogen yang dapat digunakan sebagai pupuk (Sastrohamidjojo, 2004). Termasuk suku rumput rumputan, di budayakan untuk di ambil daunnya sebagai bumbu masak,atau disuling di ambil minyaknya (Harris, 1990).

2.      Destilasi
Prinsip destilasi adalah untuk isolasi atau pemisahan dua atau lebih komponen zat cair berdasarkan titik didih, pada metode destilasi air ini bahan yang akan didestilasi kontak langsung dengan air mendidih, bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara sempurna (Sastrohamidjojo, 2004).
Hasil destilasi umumnya berupa minyak atsiri kasar yang mengandung air, diperlukan proses untuk penarikan air dari minyak atsiri agar kualitas minyak atsiri meningkat dan warna menjadi lebih jernih. Hasil penelitian Arswendiyumna (2011), metode penarikan air menggunakan Natrium Sulfat (Na2SO4) anhidrat, dimana air akan ditarik oleh Na2SO4 anhidrat hingga dihasilkan minyak atsiri dengan kemurnian yang tinggi. Minyak atsiri yang sudah diisolasi perlu dilakukan pemeriksaan minyak atsiri untuk mengidentifikasi secara kualitatif dengan cara identifikasi minyak atsiri secara umum dan dianalisa parameter mutu minyak atsiri.
Minyak atsiri dapat diproduksi melalui tiga model metode penyulingan,
yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan uap, dan penyulingan dengan
air dan uap (Lutony, 2002).
a.       Penyulingan Dengan Air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung dari berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas dari metode ini ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung. Minyak atsiri dari beberapa jenis bahan seperti bubuk buah badam dan bunga mawar cocok diproduksi dengan cara ini, sebab seluruh bagian bahan harus tercelup dan bergerak bebas dalam air mendidih. Jika disuling dengan metode uap langsung, bahan ini akan merekat dan membentuk gumpalan besar yang kompak, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam bahan (Lutony, 2002).
b.      Penyulingan Dengan Air Dan Uap Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan di suling diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bawah saringan. Ciri khas dari model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 2002).
c.       Penyulingan Dengan Uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap tidak diisikan bersama - sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Di dalam proses penyulingan dengan uap ini, uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan tanaman yang akan di suling. Kemudian uap akan bergerak menuju ke bagian atas melalui bahan yang disimpan di atas saringan (Lutony, 2002).

3.      Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah esential dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemaran, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (Gunawan, 2010).
Minyak atsiri, minyak mudah menguap atau minyak terbang merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam. Penyulingan dapat di defenisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri dari atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap mereka atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut (Sastrohamidjojo, 2004).
Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah, atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony, 2002).

4.      Terpenoid
Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau  dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan yang disebut minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari senyawa terpenoid yaitu 8:5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan  bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid.
Terpen adalah suatu    senyawa yang  tersusun   atas   isoprene  CH2=C(CH3)-
CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih  satuan C5 ini. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpen  dan seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang sukar menguap, dan triterpen  dan sterol yang tidak menguap. Secara umum senyawa ini larut dalam lemak  dan  terdapat   dalam   sitoplasma  sel   tumbuhan.   Biasanya  senyawa     ini    diekstraksi dengan menggunakan petroleum  eter, eter,  atau kloroform. Steroid merupakan
senyawa triterpen yang terdapat dalam bentuk glikosida (Harborne, 1987).
Uji triterpenoid dilakukan dengan cara melarutan uji sebanyak 2 mL  diuapkan. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform, lalu ditambah  dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat. Selanjutnya, campuran ini ditetesi dengan 2  mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung tersebut. Bila terbentuk warna hijau  kebiruan menunjukkan adanya sterol. Jika hasil yang diperoleh berupa  cincin  kecokelatan atau violet pada perbatasan dua pelarut, menunjukkan adanya  triterpenoid (Jones and Kinghorn, 2006; Evans, 2009).

5.      Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa tersebut.
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan yang terdiri dari kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi padat, kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta kromatografi kolom kapiler (Hostettmann, K., dkk., 1995).

   IV.            Alat dan Bahan
ALAT
1.      Seperangkat alat destilasi
2.      Seperangkat alat KLT
BAHAN
1.      Daun Sereh (Cymbopogon winterianus)
2.      Minyak citronella
3.      Aquadest
4.      n-Heksan
5.      Natrium Sulfat
6.      Etil Asetat

      V.            Cara Kerja
1.      ISOLASI
Timbang 1000 gram daun sereh segar yang dirajang dengan ukuran ± 1 cm, masukkan ke dalam labu destilasi stahl kemudian tambahkan air sebanyak 300 ml dan batu didih. Hubungkan labu dengan pendigin dan alat penampung berskala. Didihkan labu dengan pemanasan yang sesuai selama 3 jam atau sampai minyak atsiri terdestilasi secara sempurna dan tidak bertambah lagi dalam bagian penampung berskala. Minyak yang diperoleh diukur untuk mengetahui rendemen, kemudian pisahkan minyak atsiri dari air dengan bantuan natrium sulfat.
2.      IDENTIFIKASI
Kromatografi lapis tipis:
a.       Fase diam : Silika gel GF 254
b.      Fase gerak : n-heksan : etil asetat (13:1, 7:3, 4:6)
c.       Cuplikan : Minyak atsiri hasil destilasi dan minyak citronella
d.      Deteksi : UV 254

   VI.            Hasil
1.      Isolasi
Nama simplisia                : Daun Sereh (Cymbopogon winteranius)
Metode ekstraksi            : Destilasi Air
Jumlah pelarut                 : Aquadest 400 ml
Jumlah siklus / waktu      : 1 jam 20 menit
Rendemen                       : -

Pemerian Ekstrak
Aroma                 : khas aromatik
Warna                 : keruh / kekuningan
Bentuk / tekstur  : minyak menguap

VII.            Pembahasan
Minyak atsiri merupakan minyak yang umumnya dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan. Minyak atsiri memiliki ciri-ciri yaitu mudah menguap pada suhu kamar dan memiliki aroma yang wangi sesuai dengan tumbuhan penghasilnya. Sebagian besar minyak atsiri berfungsi sebagai antibakteri dan antijamur.
Pada praktikum kali ini dilakukan isolasi minyak atsiri dari daun sereh (Cymbopogon winteranius) menggunakan cara destilasi air dan identifikasi minyak atsiri hasil isolasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Cara destilasi merupakan cara yang populer untuk memproduksi minyak atsiri. Destilasi yang digunakan adalah destilasi dengan pelarut air dengan dasar pemisahan minyak atsiri immiscibility (tidak campur) dan densitas antara minyak dan air.
Sereh yang diisolasi sebanyak 100 gram, dicuci dan dirajang kecil-kecil untuk memperluas permukaan sereh yang akan diisolasi. Dimasukkan dalam alat destilator dan ditambah pelarut yaitu air 400 ml. Destilator dinyalakan dan ditunggu sampai wadah penampung hasil isolasi yang ditutup dengan kertas alumunium foil terisi penuh. Destilasi dilakukan pada suhu 100˚C (suhu air mendidih) dan selama 1 jam 20 menit (wadah penuh).
Hasil destilasi dimasukkan dalam corong pisah untuk memisahkan minyak dan air dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat untuk mempercepat pemisahan. Hasil isolasi tidak dapat dihitung rendemennya karena minyak atsiri yang diperoleh terlalu sedikit.
Pengujian minyak atsiri menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam silika gel GF 36, fase gerak n-heksan : etil asetat (4 : 6) sebanyak 10 ml dengan pembanding minyak citronell. Minyak atsiri dan pembanding ditotolkan sebanyak 10 totolan pada silika gel kemudian dimasukkan dalam chumber yang telah dijenuhkan. Tunggu sampai fase gerak naik pada batas fase diam. Setelah mencapai batas, ambil dengan pinset, angin-anginnya sebentar, lalu ujuidibawah sinau UV 366. Dari hasil identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) didapatkan hasil bahwa minyak atsiri tidak terdeteksi / tidak nampak totolan. Hal ini bisa dikarenakan karena minyak atsiri hasil isolasi yang terlalu sedikit / bercampur air dan minyak atsiri yang diuji sudah menguap. Oeh karena itu, harga Rf tidak bisa dihitung karena minyak atsiri tidak terdeteksi.

VIII.            Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa hasil isolasi minyak atsiri dari daun sereh sangat sedikit sehingga tidak dapat dihitung rendemennya dan hasil identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis dibawah sinar UV 366 menunjukkan minyak atsiri dan pembandingnya tidak terlihat / tidak terdeteksi sehingga tidak bisa dihitung harga Rf dikarenakan minyak atsiri yang terlalu sedikit / masih bercampur dengan air dan minyak atsiri sudah menguap. 


   IX.            Daftar Pustaka
Armando, Rochim, 2009, Memproduksi 15 Minyak Atsiri Berkualitas, Penebar Swadaya, Jakarta
Gunawan, D dan Mulyani, S., 2010, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1, Penebar Swadaya, Jakarta.
Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Terbitan Kedua. Bandung: ITB
Harris, R., 1990. Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hostettmann, K., dkk., 1995, Cara Kromatografi Preparatif, Penerbit ITB, Bandung.
Jones, W. P. and A. D.  Kinghorn.  2006. Extraction  of  Plant Secondary
Lutony, T.L, dan Yeyet Rahmayati. (2002). Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal 1, 22, 65, 105, 109, 112-113, 32 -33.
Metabolites. In: Sarker, S. D., Latif, Z. and Gray, A. I., eds. Natural  Products Isolation. 2nd Ed. New Jersey: Humana Press. P.341-342
Sastrohamidjojo, H. (2004), Kimia Minyak Atsiri. Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal.1, 3, 66 – 67.


Friday, May 4, 2018

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI PIPERIN DARI FRUCTUS PIPERIS NIGRI



LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA


PERCOBAAN KE 4
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI PIPERIN DARI FRUCTUS PIPERIS NIGRI







Nama                                       : Lusiana Danis Pramesti
NIM                                          : 1606067071
Kelompok                                : A3
Hari, Tanggal Praktikum        : Sabtu, 21 April 2018
Dosen Pembimbing                 : Erma Yunita, M.Sc., Apt







LABORATURIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018






HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN

Laporan Praktikum FITOKIMIA Percobaan Ke 4 dengan Judul ISOLASI DAN IDENTIFIKASI PIPERIN DARI FRUCTUS PIPERIS NIGRI adalah benar sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilaksanakan. Laporan ini saya susun sendiri berdasarkan data hasil praktikum yang telah dilakukan.


Dosen Pembimbing,



Erma Yunita, M.Sc., Apt





Yogyakarta, 4 Mei 2018
Mahasiswa,



Lusiana Danis Pramesti


Data Laporan (Diisi dan diparaf oleh Dosen/Laboran/Asisten)
Hari, Tanggal Praktikum
Hari, Tanggal Pengumpulan Laporan

Sabtu, 21 April 2018


Sabtu, 4 Mei 2018


Nilai Laporan (Diisi oleh Dosen)
No.
Aspek Penilaian
Nilai
1.
Ketepatan waktu pengumpulan (10)

2.
Kesesuaian laporan dengan format (5)

3.
Kelengkapan dasar teori (15)

4.
Skematika kerja (10)

5.
Penyajian hasil (15)

6.
Pembahasan (20)

7.
Kesimpulan (10)

8.
Penulisan daftar pustaka (5)

9.
Upload data via blog/wordpress/scribd/ academia.edu (10)

TOTAL








LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA

Percobaan 4
Isolasi dan Identifikasi Piperin dari Piperis Nigri Fructus

       I.            Judul Praktikum
Isolasi dan Identifikasi Piperin dari Piperis Nigri Fructus

    II.            Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat memahami prinsip dan melakukan isolasi piperin dari Piperis nigri Fructus atau Piperis albi Fructus beserta analisis kualitatif hasil isolasi dengan metode kromatografi lapis tipis.

 III.            Dasar Teori
1.      Lada Hitam (Piperis nigri Fructus)
Kedudukan tanaman Lada hitam (Piper nigrum L.) dalam taksonomi (Tjitrosoepomo, 1998) :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Sub Classis : Monochlamidae (Apetalae)
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper nigrum L.
Lada atau yang disebut juga merica (Piper nigrum L.) berasal dari famili Piperaceae (Vasavirama dan Upender, 2014). Pada umumnya lada hitam (black pepper) dimanfaatkan sebagai bumbu dapur, sama halnya dengan lada putih (white pepper). Lada putih diperoleh dari buah lada hitam yang buah-buahnya dipetik selagi masih hijau atau hampir masak, direndam untuk memudahkan pengupasan lapisan luar perikarp, lalu dijemur sampai kering (Kartasapoetra, 2004).
Buah lada hitam mengandung alkaloid dan minyak atsiri dengan komponen felandren, dipenten, kariopilen, entoksilen, dan limonen (Depkes RI, 1980). Lada hitam juga mengandung antara lain alkaloid piperin (5,3-9,2%), kavisin (sampai 1%) dan metil-pirolin; minyak atsiri (1,2-3,5%); lemak (6,5-7,5%); pati (36-37%) dan serat kasar (±14%) (Loo, 1987). Buah lada putih mengandung alkaloid seperti piperin, kavisin, dan metilpirolin, serta minyak atsiri, lemak dan pati. Kandungan utama dalam lada adalah alkaloid piperin.

2.      Piperin
Kandungan utama dalam lada adalah alkaloid piperin. Piperin memiliki rumus molekul C17H19NO3 atau (E,E)-1-[5-(1,3-benzodioksol-5-il)-1-okso-2,4-pentadienil] piperidin, diperoleh dalam bentuk prisma monosiklik dari alkohol dengan titik lebur 130°C, 1 g piperin larut dalam 15 mL etanol, 36 mL eter dan hampir tidak larut dalam air (Kar, 2014). Piperin berbentuk kristal berwarna putih kekuningan dan merupakan alkaloid dari golongan piperidin yang memiliki sifat hampir tidak larut dalam air (40 mg/L pada suhu 18°C), namun mudah larut dalam alkohol (1 g/15 mL) dan eter (1 g/1,7 mL) (Vasavirama dan Upender, 2014).
Piperin memiliki khasiat sebagai antiinflamasi, antimalaria, menurunkan berat badan, menurunkan demam, menetralkan racun bisa ular, antiepilepsi, membantu meningkatkan penyerapan vitamin tertentu (Kolhe et al., 2009). Piperin memiliki aktivitas sebagai analgesik dan antipiretik pada tikus, dan menunjukkan hasil yang sebanding dengan indometasin sebagai obat standar (Sabina et al., 2013). Kualitas ekstrak buah lada dipengaruhi oleh kandungan dan kadar senyawa kimia di dalamnya. Proses ekstraksi buah lada hitam dalam skala industri digunakan pelarut etanol 60% (Agoes, 2009). Senyawa piperin merupakan senyawa identitas yang paling banyak terkandung dalam buah lada serta memiliki beragam khasiat pengobatan, maka perlu dipisahkan secara selektif melalui penyarian atau ekstraksi. Proses isolasi piperin dari ekstrak lada hitam dapat dilakukan dengan metode rekristalisasi yang berarti pembentukan kristal kembali (Harbone, J.B., 1987).

3.      Alkaloid dan Identifikasi Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada semua  jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1984). Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-tumbuhan.  Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid kebanyakan bersifat  racun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan  senyawa tanpa warna, sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal  tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin,  et al.,1994).
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat, berbentuk  kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning). Alkaloid sering  kali optik aktif, dan biasanya hanya satu dari isomer optik yang dijumpai di alam,  meskipun dalam beberapa kasus dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu  tumbuhan mengandung  satu isomer  sementara  tumbuhan  lain  mengandung  enantiomernya (Padmawinata, 1995).
Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat  farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai  obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai  anestetiklokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan, 1969).

4.      Soxchlet
Merupakan metode ekstraksi yang memanfaatkan pemanasan untuk destilasi pelurut sehingga terjadi sirkulasi pelarut melalui serbuk simplisia. Metode ini efisiensi dalam pemanfaatan pelarut tetapi berisiko pembentukan artefak akibat penggunaan panas. Pelarut yang digunakan pada metode Soxhlet minimal cukup untuk 2 kali penyarian. Proses ekstraksi dengan Soxhlet dihentikan apabila warna pelarut yang ada didalam Soxhlet sama seperti warna pelarut awalnya.
Metode ekstraksi yang dipilih untuk mengekstraksi adalah metode yang cocok dengan sifat bahan yang digunakan. Metode ekstraksi dengan alat sokhlet merupakan salah satu metode yang cocok untuk mengekstraksi alkaloid (Harbone, 1996). Penggunaan pelarut yang ideal untuk mengekstraksi adalah pelarut yang menunjukkan selektivitas maksimal, mempunyai kapasitas terbaik, dan kompatibel dengan sifat bahan yang diekstraksi (Agoes, 2007). Penggunaan cairan pelarut pengekstraksi berupa campuran etanol-air mengandung air yang cukup untuk membantu proses difusi pelarut ke dalam sel. Proses difusi biasanya akan ditingkatkan apabila sel tanaman mengalami perlakuan dengan air, atau pelarut yang mengandung air, yang akan menyebabkan terjadinya pengembangan (swelling) sel sehingga terjadi peningkatan permeabilitas atau pecahnya dinding sel (Agoes, 2009).

5.      Isolasi Piperin
Proses isolasi piperin dari ekstrak lada hitam dapat dilakukan dengan metode rekristalisasi. secara harfiah rekristalisasi berarti pembentukan kristal kembali. Ekstrak yang pekat mungkin mengkristal bila didiamkan. Bila hal ini terjadi ektrak harus disaring dan keseragamannya diuji dengan kromatografi dengan menggunakan beberapa pengembangan (Harborne. J.B., 1987).
Identifikasi piperin yang diperoleh dilakukan dengan cara membandingkan spot isolat yang didapat dengan standar piperin yang ada. hasil yang baik secara visual atau pengamatan UV memperlihatkan spot yang sama. untuk lebih meyakinkan lagi dapat dilakuan dengan KLT densitometri dengan melihat nilai Rf dan panjang gelombang maksimum.


6.      Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa tersebut.
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan yang terdiri dari kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi padat, kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta kromatografi kolom kapiler (Hostettmann, K., dkk., 1995).

 IV.            Alat dan Bahan
1.      Alat
a.       Alat Penyari Soxchlet
b.      Seperangkat alat KLT
2.      Bahan
a.       Piper nigrum
b.      Etanol 96%
c.       KOH-etanolik 10%
d.      Diklormetana
e.       Etil Asetat


    V.            Cara Kerja
1.      Ekstraksi dan Isolasi
Timbang 30 gram serbuk merica, masukkan ke dalam alat penyari soxhlet yang telah dipasang kertas saring, kemudian tambahkan etanol 96% paling sedikit sebanyak 2 kali sirkulasi (± 120 ml). Jangan lupa untuk menambahkan batu didih. Penyarian dilakukan selama 2 jam dengan kecepatan 6-8 sirkulasi per jam. Setelah dingin, pisahkan sari dari bagian yang tidak terlarut dengan penyaringan melalui kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan di atas penangas air sampai kering atau konsistensi kental. Kemudian tambahkan 10 ml KOH-etanolik 10% sambil diaduk-aduk sehingga timbul endapan. Setelah mengendap, pisahkan sari dari bagian yang tidak larut melalui glass wool. Sari jernih yang didapat didiamkan dalam almari es sampai hari praktikum yang akan datang, atau sampai pembentukan kristal optimal.

2.      Pemurnian
Kristal yang timbul dipisahkan, dicuci dengan etanol 96% (dingin) dan dikeringkan dalam almari pengering pada suhu 40ᴼC selama 30-45 menit kemudian disimpan dalam eksikator yang dilengkapi kapur tohor. Kristal yang diperoleh ditimbang dan diidentifikasi dengan KLT.

3.      Identifikasi Hasil Isolasi
Ambil sedikit padatan dengan ujung spatel kecil, larutkan dalam etanol. Larutan siap dianalisis secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis dengan kondisi sebagai berikut:
a. Fase diam : Silika gel GF 254
b. Fase gerak : Diklormetana : Etil asetat (75:25)
c. Cuplikan : Larutan sampel
d. Deteksi : UV 254, disemprot dengan anisaldehid asam sulfat dan dipanaskan 110ᴼC selama 10 menit
Catat harga Rf yang diperoleh


 VI.            Hasil Praktikum
Nama simplisia : Piperis nigri Fructus
Metode ekstraksi : Soxchletasi
Jumlah pelarut yang digunakan : Etanol 96 % sebanyak 300 ml
Jumlah siklus : 3 siklus
Rendemen : tidak dapat dihitung karena ekstrak tidak terbentuk

VII.            Pembahasan
            Salah satu teknik pemisahan yang sering digunakan adalah ekstraksi. Ekstraksi adalah salah satu metode pemisahan kimia untuk memisahkan atau menarik suatu komponen-komponen kimia yang berada dalam sampel dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi yang dipilih untuk mengekstraksi adalah metode yang cocok dengan sifat bahan yang digunakan.
Pada percobaan ini dilakukan isolasi piperin dari simplisia lada hitam (Piperis nigri Fructus) dengan menggunakan alah soxchlet. Metode ini merupakan salah satu metode yang cocok untuk mengekstraksi alkaloid (Harbone, 1996). Sampel yang akan diekstraksi harus dalam keadaan halus untuk mempercepat proses pelarutan dari pelarut etanol yang digunakan.
            Simplisia dibungkus dengan kertas saring dan dijahit dengan benang masih tersisa seperti teh celup untuk mempermudah pengambilan. Setelah itu dimasukkan dalam timbal pada alat soxchlet dan ditambahkan etanol 96% sebanyak 300 ml sampai di labu alas bulat alat soxchle dan alat soxchlet dinyalakan. Uap yang terbentuk anak naik melewati pipa F dan masuk ke kondensor untuk didinginkan menjadi tetesan yang akan menetes pada sampel. Saat pearut memenuhi simplisia dan sifon penuh, makan sifon akan mengalirkan pelarut ke labu alas bulat lagi, ini yang dinamakan satu siklus. Pada praktikum dilakukan penyarian dengan 3 siklus.
Hasil ekstraksi kemudian dipekatkan di rotary evaporation kurang lebih 45 menit kemudian diangkat dan ditambahkan KOH-etanolik 10% sebanyak 10 ml untuk memisahkan senyawa resin dan mempermudah pengkristalan. Setelah itu disaring, ditempatkan di beaker glass ditutup dengan kertas alumunium foil dan dimasukkan dalam kulkas agar terbentuk kristal. Tahap ini dinamakan rekristalisasi. Setalah 3 hari ekstrak disari dan hasilnya tidak terbentuk kristal pada ekstrak yang dibuat dikarenakan kurang lamanya ekstrak di rotary evaporation sehingga ektrak tidak tersari sempurna dan uji isolasi tidak dapat dilakukan.

VIII.            Kesimpulan
            Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa isolasi piperin lada hitam menggunakan soxchlet tidak dapat diidentifikasi dikarenakan kurang pekatnya ekstrak sehingga tidak terbentuk kristal pada rekristalisasikarena penyarian kurang maksimal.



 IX.            Daftar Pustaka
Agoes, G., 2007, Teknologi Bahan Alam, Penerbit ITB, Bandung, 32-35.
Agoes, G., 2009, Teknologi Bahan Alam, Edisi revisi, Penerbit ITB, Bandung, 37 dan 85.
Depkes RI., 1980, Materia Medika Indonesia. Jilid IV, Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 99-108.
Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan,
Terjemahan: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB, Bandung.
Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Terbitan Kedua. Bandung: ITB
Harborne, J.B., 1984. Phitochemical Method. Chapman and Hall ltd. London.  Herbert,
R.B., 1989. The Biosynthesis of Secondary Metabolism. Campman and Hall
29 West 35th Street, New York.
Hikmawati, Ni Putu Ermi dkk. 2016. Kandungan Piperin Dalam Ekstrak Buah Lada Hitam
dan Buah Lada Putih (Piper nigrum, L.) Yang Diekstraksi Dengan Variasi Konsentrasi Etanol Menggunakan Metode KLT-Densitometri. Media Farmasi. Vol. 7. No.2. September 2016 : 173-185
Hostettmann, K., dkk., 1995, Cara Kromatografi Preparatif, Penerbit ITB, Bandung.
Ikan, R. 1969. Natural Product A Laboratory Guide. Jerussalem: Israel Universities 
Press.
Insanu, Muhammad dkk. 2017. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak Daun
Empat Tanaman Marga Piper. Jurnal Pharmaciana Vol.7. No.2. November 2017. Hal 305-312
Kartasapoetra, G., 2004, Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat, Jakarta: PT Rineka Cipta,
50-51.
Kolhe, S.R., Borole, P., and Patel, U., 2011, Extraction and Evaluation of Piperine from
Piper nigrum, Internasional Journal of Applied Biology and Pharmaceutical
Technology, 144-149.
Loo, T., 1987, Ikhtisar Ringkas dari Dasar-Dasar Farmakognosi, Bunda Karya, Jakarta,
181.
Padmawinata, K. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit  ITB
(Terjemahan dari Robinson, T. 1991. The Organic Constituens of Higher  Plant, 6th
ed).
Sabina, E.P., Nasreen, A., Vedi, M., and Rasool, M., 2013, Analgesic, Antipyretic and
Ulcerogenic Effects of Piperine: An Active Ingredient of Pepper, Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, 5 (10): 203-206.
Sabirin, M., Hardjono S., dan Respati S., 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik II.
UGM-Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, H.S. 1998. Botani Umum. UGM Press. Yogyakarta.
Vasavirama, K.and Upender, M., 2014, Piperine: A Valuable Alkaloid from Piper Species,
            International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6 (4): 34-38.

Fraksinasi Secara Ekstraksi Cair-Cair

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PERCOBAAN KE 6 FRAKSINASI SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR Nama                       ...