Friday, July 27, 2018

Fraksinasi Secara Ekstraksi Cair-Cair




LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA


PERCOBAAN KE 6
FRAKSINASI SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR






Nama                                       : Lusiana Danis Pramesti
NIM                                          : 1606067071
Kelompok                                : A3
Hari, Tanggal Praktikum        : Sabtu, 14 Juli 2018
Dosen Pembimbing                 : Erma Yunita, M.Sc., Apt







LABORATURIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018





HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN

Laporan Praktikum FITOKIMIA Percobaan Ke 6 dengan Judul FRAKSINASI SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR adalah benar sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilaksanakan. Laporan ini saya susun sendiri berdasarkan data hasil praktikum yang telah dilakukan.


Dosen Pembimbing,



Erma Yunita, M.Sc., Apt





Yogyakarta, 28 Juli 2018
Mahasiswa,



Lusiana Danis Pramesti


Data Laporan (Diisi dan diparaf oleh Dosen/Laboran/Asisten)
Hari, Tanggal Praktikum
Hari, Tanggal Pengumpulan Laporan

Sabtu, 14 Juli 2018


Sabtu, 28 Juli 2018


Nilai Laporan (Diisi oleh Dosen)
No.
Aspek Penilaian
Nilai
1.
Ketepatan waktu pengumpulan (10)

2.
Kesesuaian laporan dengan format (5)

3.
Kelengkapan dasar teori (15)

4.
Skematika kerja (10)

5.
Penyajian hasil (15)

6.
Pembahasan (20)

7.
Kesimpulan (10)

8.
Penulisan daftar pustaka (5)

9.
Upload data via blog/wordpress/scribd/ academia.edu (10)

TOTAL











Laporan praktikum
Fitokimia
Percobaan ke 6
Fraksinasi Secara Ekstraksi Cair-Cair

    I.        Judul Praktikum
Fraksinasi Secara Ekstraksi Cair-Cair

 II.        Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan Ekstraksi Cair-cair.

III.        Dasar Teori
1.    Tanaman temu kunci
Nama tanaman : Temu Kunci (Boesenbergia pandurata Roxb.)
Sinonim : Kaempferia pandurata Roxb., Gastrochilus pandurata Roxb.,
Nama simplisia : Rimpang temu kunci (Boesenbergiae rhizoma)
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)
a.    Klasifikasi tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Subkelas : Zingiberidae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Boesenbergia
Spesies : Boesenbergia pandurata Roxb.
(Backer dan Van Den Brink, 1965)
b.    Deskripsi tanaman
Temu kunci (Boesenbergia pandurata Roxb.) banyak tumbuh di daerah tropis dataran rendah. Waktu berbunganya pada bulan Januari-Februari dan April-Juni. Daerah distribusi dan habitat tanaman ini adalah tumbuh liar pada dataran rendah dan di hutan jati. Tanaman ini tumbuh baik pada iklim panas dan lembab, pada tanah yang relatif subur dengan pertukaran udara dan tata air yang baik. Pada tanah yang kurang baik tata airnya (sering tergenang air) pertumbuhan akan terganggu dan rimpang cepat busuk. Perbanyakan temu kunci dapat dilakukan dengan pemotongan rimpang menjadi beberapa bagian (tiap bagian terdapat paling sedikit 2 mata tunas) dan penanaman dilakukan pada jarak tanam 3000 cm.
Temu kunci berperawakan herba rendah, merayap di dalam tanah. Dalam satu tahun pertumbuhannya 0,3-0,9 cm. Batangnya merupakan batang asli di dalam tanah sebagai rimpang, berwarna kuning coklat, aromatik, menebal, berukuran 5-30 x 0,5-2 cm. Batang di atas tanah berupa batang semu (pelepah daun). Daun tanaman ini pada umumnya 2-7 helai, daun bawah berupa pelepah daun berwarna merah tanpa helaian daun. Tangkai daun tanaman ini beralur, tidak berambut, panjangnya 7-16 cm, lidah-lidah berbentuk segitiga melebar, menyerupai selaput, panjang 1-1,5 cm, pelepah daun sering sama panjang dengan tangkai daun; helai daunnya tegak, bentuk lanset lebar atau agak jorong, ujung daun runcing, permukaan halus tetapi bagian bawah agak berambut terutama sepanjang pertulangan, warna helai daun hijau muda, lebarnya 5-11 cm. Bunga tanaman ini berupa susunan bulir tidak berbatas, di ketiak daun, dilindungi oleh 2 spatha, panjang tangkai 41 cm, umumnya tangkai tersembunyi dalam 2 helai daun terujung. Kelopak bunganya 3 buah lepas, runcing. Mahkota bunganya 3 buah, warnanya merah muda atau kuning-putih, berbentuk tabung 50-52 mm, bagian atas tajuk berbelah-belah, berbentuk lanset dengan lebar 4 mm dan panjang 18 mm. Benang sarinya 1 fertil besar, kepala sarinya bentuk garis membuka secara memanjang. Lainnya berupa bibir-bibiran (staminodia) bulat telur terbalik tumpul, merah muda atau kuning lemon, gundul, 6 pertulangan, dan ukurannya 25×7 cm. Putik bunganya berupa bakal buah 3 ruang, banyak biji dalam setiap ruang (Geonadi, dkk., 2008). Akar tanaman ini adalah akar serabut berwarna putih kekuningan (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
c.    Kandungan kimia
Rimpang temu kunci mengandung banyak senyawa turunan flavonoid, minyak atsiri, dan beberapa senyawa lain. Berdasarkan strukturnya, kandungan kimia rimpang temu kunci dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kalkon (uvangoletin, kardamonin, helikrisetin, flavokawain), kalkon terprenilasi (boesenbergin A, boesenbergin B, (+)-panduratin A, (-)- panduratin A, panduratin C, (-)-isopanduratin A2, (±)-isopanduratin A1, (+)- 4-hidroksipanduratin A, (-)-4-hidroksipanduratin, (±)-6-metoksipanduratin A, (-)-nikolaiodeisin B, (+)-krakaizin A, (-)-krakaizin A, (+)-krakaizin B, (-)- krakaizin B), flavanon (pinostrobin, pinosembrin, alpinetin, sakuranetin), flavanon terprenilasi ((2R)-6-geranilpinostrobin, (2S)-6-geranilpinostrobin, (-)-6-geranilpinosembrin), flavon (contohnya tektokrisin), minyak atsiri monoterpenoid (geraniol, kamfor, borneol, mirsena, terpineol, geranial, neral, kamfena, metil sinamat, γ-terpinena), minyak atsiri non monoterpenoid (nerolidol, sitral, limonena, 11-dodeken-1-ol), dan senyawa-senyawa lain seperti 5,6-dehidrokawain, asam benzoat terprenilasi (geranil-2,4-dihidroksi-6-fenetilbenzoat), dan fenilpropanoid terprenilasi (panduratin H dan panduratin I). (Chahyadi dkk., 2014).
d.    Kegunaan temu kunci
Boesenbergia pandurata telah lama dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati gangguan perut, diare, kolik, batuk kering, karies gigi, iritasi rongga mulut, rematisme, dan infeksi jamur. Selain itu telah diuji juga sebagai antiseptik pada luka terbuka, antimutagenik, antitumor, antiinflamasi, antioksidan, antibakterial, antiviral, antiparasit, antiulkus, antiobesitas, dan pencegah hiperpigmentasi (Chahyadi dkk., 2014). Minyak atsiri rimpang temu kunci berefek pada pengurangan pertumbuhan Entamoeba coli, Staphylococcus aureus, dan Candida albicans. Selain itu, dapat berefek pula dalam pelarutan batu ginjal kalsium secara in-vitro. Perasan dan infus rimpang temu kunci juga memiliki daya analgetik dan antipiretik (Sudarsono dkk., 2002).

2.    Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan/senyawa kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair (Anonim, 2000). Pemisahan senyawa aktif dalam ekstrak dapat dilakukan dengan partisi. Prinsip partisi yaitu menggunakan pelarut yang kepolarannya sesuai dengan kepolaran senyawa, seperti melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar ataupun senyawa non polar dalam pelarut non polar. Proses partisi bergantung pada perbedaan kemampuan larut solut dalam dua macam pelarut (solven) yang tidak saling campur dan berbeda polaritasnya berdasarkan prinsip like-dissolves-like (Snyder dan Kirkland, 1997).
Senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia biasanya digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diekstraksi oleh pelarut, karena itu penyerbukan simplisia tidak perlu sampai halus sebelum diekstraksi. Penyerbukan sampai halus diperlukan pada simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar karena zat aktifnya susah diserap oleh pelarut. Selain memperhatikan sifat fisik dan senyawa aktif dari simplisia, harus juga diperhatikan senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam simplisia seperti protein, karbohidrat, lemak, dan gula, karena senyawa-senyawa ini akan mempengaruhi tingkat kejenuhan pelarut sehingga akan berpengaruh pula pada proses pelarutan senyawa aktif (Anonim, 2000).

3.    Fraksinasi
Proses pemisahan senyawa yang terkandung dalam ekstrak melibatkan pembagian ekstrak menjadi fraksi-fraksi tertentu. Tipe fraksinasi tergantung dari sampel dan tujuan pemisahannya. Biasanya eluen dijalankan dalam kolom dan eluat dipisahkan menjadi fraksi-fraksi yang dapat diatur, diikuti dengan analisis fraksi untuk mendeterminasi kandungan senyawa masing-masing fraksi, kemudian diambil fraksi dengan kandungan yang diinginkan. Mengumpulkan eluat ke dalam fraksi-fraksi yang lebih kecil dimaksudkan untuk mengumpulkan senyawa-senyawa sedemikian rupa sehingga didapatkan sekumpulan senyawa yang lebih murni. Namun demikian, diperlukan perlakuan lebih lanjut pada setiap fraksi untuk memastikan kemurnian senyawa yang terkandung.

4.    Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa tersebut.
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan yang terdiri dari kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi padat, kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta kromatografi kolom kapiler (Hostettmann, K., dkk., 1995).


IV.        Alat dan Bahan
ALAT
1.    Beaker glass
2.    Erlenmeyer
3.    Corong pisah
4.    Gelas ukur
5.    Rotary evaporator
BAHAN
1.    Ekstrak hasil maserasi temu kunci
2.    n-Heksan
3.    Etil Asetat
4.    Etanol 96%
5.    Aquadest
6.    Standar pinostrobin

   V.        Cara Kerja
1.    EKSTRAKSI CAIR-CAIR
Ekstrak etanol hasil maserasi diencerkan dengan etanol-air (1:1) sebanyak 150 ml, diaduk terus sampai encer dan homogen, kemudian dimasukan kedalam corong pisah, difraksinasi berturut-turut dengan pelarut n-heksan dan etil asetat. Mula-mula difraksinasi dengan n-heksan sebanyak 150 ml diperoleh fraksi n-heksan dan etanol. Fraksi n-heksan dipisahkan, kemudian fraksi etanol difraksinasi lagi dengan n-heksan sebanyak 150 ml, diperoleh fraksi n-heksan dan fraksi etanol. Fraksi n-heksan dipisah. Fraksi etanol-air difraksinasi lagi dengan etil asetat sebanyak 150 ml. Diperoleh fraksi etil asetat dan fraksi air. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan 50 ml pelarut untuk setiap penyarian. Sari pertama, kedua dan ketiga dikumpulkan dalam erlenmeyer secara terpisah. Ekstrak hasil fraksinasi dipekatkan dengan rotary evaporator.
2.    IDENTIFIKASI
Kromatografi lapis tipis:
a.    Fase diam : Silika gel GF 254
b.    Fase gerak : n-heksan : etil asetat (4:1)
c.    Cuplikan : Hasil fraksi dan standar pinostrobin
d.    Deteksi : UV 254

VI.        Hasil
Nama simplisia                 : Boesenbergia pandurata
Metode ekstraksi               : Maserasi
Rendemen ekstrak   : -
Urutan farksinasi               :
1.    Ekstrak temu kunci hasil maserasi
2.    Difraksinasi sebanyak 4 kali dengan air 20 ml dalam corong pisah. Jika perlu ditambahkan NaCl untuk mempercepat pemisahan.
3.    Hasil fraksinasi ke-2 dan ke-4 diuji kromatografi lapis tipis dengan pembanding pinostrombin dari ekstrak temu kunci.
Jarak yang ditempuh pelarut                                     : 8 cm
Jarak yang ditempuh sampel dan pembanding            : 4 cm
Harga Rf                                                                : 0,5





VII.        Pembahasan
Ekstraksi cair-cair merupakan cara pemisahan satu atau kebih senyawa dengan menggunakan dua pelarut yang tidak bercampur dimana senyawa tersebut terdispersi diantara dua fase sesuai dengan derajat kelarutannya sehingga masing-masing jenuh dengan perbandingan konsentrasi tertentu dan terjadi pemisahan. Metode ekstraksi ini seringkali disebut proses partisi dari “crude extract” atau ekstrak kasar sehingga diperoleh sekumpulan senyawa kimia dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda.
Pada praktikum ini dilakukan fraksinasi secara cair-cair menggunakan ekstrak maserasi temu kunci dan air yang dipisahkan di corong isah. Jika perlu ditambahkan NaCl untuk menarik air kebawah sehingga pemisahan terlihat jelas terutama saat fraksinasi dilakukan berulang. Fraksinasi yang dilakukan sebanyak 4 kali dengan aquadest.
Berdasarkan hasil praktikum dapat terlihat pendaran cahaya hijau dari samoel fraksinasi ke-2, fraksinasi ke-4 dan pembanding pinostrombin yang terkandung dalam ekstrak temu kunci menggunaan silika gel GF 254 dibawah sinar UV 366 nm. Cahaya berpendar terang pada ekstrak temu kunci, disusul hasil fraksinasi ke-2 dan hasil fraksinasi ke-4, hal ini menunjukkan semakin banyak fraksinasi yang dilakukan semakin redup pla cahaya pendaran sampel.
Hasil penjenuhan dengan fase gerak n-heksan : eril asetat (4:1) didalam chumber didapatkan hasil jarak ketiga totolan sampel dan pembanding sama sehingga harga Rf-nya sama yaitu 0,5.

VIII.        Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa hasil fraksinasi menganding pinostrobin. Tebal tipisnya cahaya yang berpendar dipengaruhi oleh banyaknya pinostrobin yang terkandung dan banyaknya fraksinasi. Harga Rf sampel dan standar sama yaitu 0,5.


IX.        Daftar Pustaka
Hostettmann, K., dkk., 1995, Cara Kromatografi Preparatif, Penerbit ITB, Bandung.
Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. 3 – 5. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Syamsuhidayat, S.S dan Hutapea, J.R, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
edisi kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Backer, C.A and Van den Brink, R.C.B., 1965,  Flora of Java Volume I,  
N.V.P.Noordhoff, Groningen.
Cahyadi, A., Hartati, R., Wirasutisna, K,R.,  and Elfahmi. 2014. Boesenbergia 
pandurata Roxb., An Indonesian  Medicinal Plant: Phytochemistry,  Biological Activity, Plant  Biotechnology. Procedia Chemistry 13: 13-37
Sudarsono, Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I.A., dan Purnomo, 2002,
Tumbuhan Obat II, Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan, 96-100, Pusat Studi Obat Tradisional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Snyder LR, Kirkland JJ, Glajch JL.Practical HPLC Method Development Second
Edition, John Wiley & Sons, Inc, New York, 1997:616-712


Saturday, July 14, 2018

Isolasi Flavonoid Dari Temu Kunci (Boesenbergia pandurata)




LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA


PERCOBAAN KE 3
ISOLASI FLAVONOID DARI TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata)






Nama                                       : Lusiana Danis Pramesti
NIM                                          : 1606067071
Kelompok                                : A3
Hari, Tanggal Praktikum        : Sabtu,
Dosen Pembimbing                 : Erma Yunita, M.Sc., Apt



LABORATURIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018





HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN

Laporan Praktikum FITOKIMIA Percobaan Ke 3 dengan Judul ISOLASI FLAVONOID DARI TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata) adalah benar sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilaksanakan. Laporan ini saya susun sendiri berdasarkan data hasil praktikum yang telah dilakukan.


Dosen Pembimbing,



(Erma Yunita, M.Sc., Apt)





Yogyakarta, …………………..
Mahasiswa,



(Lusiana Danis Pramesti)


Data Laporan (Diisi dan diparaf oleh Dosen/Laboran/Asisten)
Hari, Tanggal Praktikum
Hari, Tanggal Pengumpulan Laporan






Nilai Laporan (Diisi oleh Dosen)
No.
Aspek Penilaian
Nilai
1.
Ketepatan waktu pengumpulan (10)

2.
Kesesuaian laporan dengan format (5)

3.
Kelengkapan dasar teori (15)

4.
Skematika kerja (10)

5.
Penyajian hasil (15)

6.
Pembahasan (20)

7.
Kesimpulan (10)

8.
Penulisan daftar pustaka (5)

9.
Upload data via blog/wordpress/scribd/ academia.edu (10)

TOTAL




LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA
PERCOBAAN KE 3
ISOLASI FLAVONOID DARI TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata)

    I.        Judul Praktikum
Isolasi Flavonoid Dari Temu Kunci (Boesenbergia pandurata)

 II.        Tujuan Praktikum
Mahasiswa mengetahui langkah-langkah isolasi, mampu melakukan isolasi pinostrobin dari temu kunci dan mengidentifikasi isolat yang diperoleh.

III.        Dasar Teori
1.    Klasifikasi dan tata nama

Kerajaan
:
Plantae
Subkerajaan
:
Tracheobionta
Superdivisi
:
Divisi
:
Magnoliophyta
Kelas
:
Liliopsida
Bangsa
:
Zingiberales
Suku
:
Zingiberaceae
Marga
:
Boesenbergia
Jenis
:
Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlechter
Sinonim
:
Boesenbergia rotunda (L.) Mansf. Kaempferia pandurata (Roxb.) Gastrochilus pandurata (Roxb.) Ridley
Curcuma rotunda L.
(Herbarium Bandungense ITB, n.d.; USDA, 2000)


2. Nama daerah (Rukmana, 2008)
          Temu Kunci (Melayu, Sunda), Tamu kunci (Minangkabau), Kunci (Jawa), koncih (Sumatera), Konce (Madura), Dumu kunci (Bima), Tamu Konci (Makasar), Konsih atau kangean (Ambon), Anipa Wakang (Hila-Alfuru), Anipa Wakang, Uni Noiwo, Uni Rawu, atau Aruhu Konci (Haruku), Sun (Buru), Rutu Kakuzi atau Enesitale (Seram), Tamputi (Ternate), dan Temu Konci (Bugis).

3. Nama asing (Geonadi, Fitria, Ayu, Sulistyorini, & Asyiah, n.d.)
Fingerroot (Inggris), Krachai (Thailand), Chinese Ginger, Ginger key, atau Chinese Key (Cina).

4. Uraian Temu Kunci
          Temu kunci berperawakan herba rendah, merayap di dalam tanah. Dalam satu tahun pertumbuhannya 0,3-0,9 cm. Batangnya merupakan batang asli di dalam tanah sebagai rimpang, berwarna kuning coklat, aromatik, menebal, berukuran 5-30 x 0,5-2 cm. Batang di atas tanah berupa batang semu (pelepah daun). Daun tanaman ini pada umumnya 2-7 helai, daun bawah berupa pelepah daun berwarna merah tanpa helaian daun. Tangkai daun tanaman ini beralur, tidak berambut, panjangnya 7-16 cm, lidah-lidah berbentuk segitiga melebar, menyerupai selaput, panjang 1-1,5 cm, pelepah daun sering sama panjang dengan tangkai daun; helai daunnya tegak, bentuk lanset lebar atau agak jorong, ujung daun runcing, permukaan halus tetapi bagian bawah agak berambut terutama sepanjang pertulangan, warna helai daun hijau muda, lebarnya 5-11 cm.
Bunga tanaman ini berupa susunan bulir tidak berbatas, di ketiak daun, dilindungi oleh 2 spatha, panjang tangkai 41 cm, umumnya tangkai tersembunyi dalam 2 helai daun terujung. Kelopak bunganya 3 buah lepas, runcing. Mahkota bunganya 3 buah, warnanya merah muda atau kuning-putih, berbentuk tabung 50-52 mm, bagian atas tajuk berbelah-belah, berbentuk lanset dengan lebar 4 mm dan panjang 18 mm. Benang sarinya 1 fertil besar, kepala sarinya bentuk garis membuka secara memanjang. Lainnya berupa bibir-bibiran (staminodia) bulat telur terbalik tumpul, merah muda atau kuning lemon, gundul, 6 pertulangan, dan ukurannya 25×7 cm. Putik bunganya berupa bakal buah 3 ruang, banyak biji dalam setiap ruang 
(Plantus, 2008).
          Tanaman ini banyak tumbuh dari daerah tropis dataran rendah. Waktu berbunganya pada bulan Januari-Februari, April-Juni. Daerah distribusi dan habitat tanaman ini adalah tumbuh liar pada dataran rendah, di hutan-hutan jati. Tanaman ini tumbuh baik pada iklim panas dan lembab pada tanah yang relatif subur dengan pertukaran udara dan tata air yang baik. Pada tanah yang kurang baik tata airnya (sering tergenang air, atau becek pertumbuhan akan terganggu dan rimpang cepat busuk) (Plantus, 2008). Perbanyakannya temu kunci dapat dilakukan dengan pemotongan rimpang menjadi beberapa bagian (tiap bagian terdapat paling sedikit 2 mata tunas) dan penanaman dilakukan pada jarak tanam 3000 cm.

5. Manfaat Temu Kunci
          Secara umum, masyarakat menggunakan rimpang temu kunci sebagai peluruh dahak atau untuk menanggulangi batuk, peluruh kentut, penambah nafsu makan, menyembuhkan sariawan, bumbu masak, dan pemacu keluarnya Air Susu Ibu (ASI). Minyak atsiri rimpang temu kunci ( Boesenbergia pandurata) juga berefek pada pertumbuhan Entamoeba coli, Staphyllococus aureus dan Candida albicans; selain itu dapat berefek pada pelarutan batu ginjal kalsium secara in vitro. Perasan dan infusa rimpang temu kunci memiliki daya analgetik dan antipiretik. Di samping itu dapat mempunyai efek abortivum, resorpsi dan berpengaruh pada berat janin tikus. Ekstrak rimpang yang larut dalam etanol dan aseton berefek sebagai antioksidan pada percobaan dengan minyak ikan sehingga mampu menghambat proses ketengikan. Dari penelitian lain diperoleh informasi bahwa ekstrak rimpang temu kunci dapat menghambat bakteri isolat penyakit Orf (Ektima kontagiosa)(Plantus,2008).
Selain di Indonesia, ternyata negara lain juga banyak yang memanfaatkan temu kunci. Di Thailand, rimpang temu kunci biasa digunakan sebagai bumbu masak. Selain itu, tanaman ini juga telah digunakan sebagai obat aprodisiac, disentri, antiinflamasi, kolik, serta untuk menjaga kesehatan tubuh. Di Malaysia, rimpang temu kunci digunakan sebagai sebagai obat sakit perut dan dekoksi pada wanita pasca melahirkan


6.    Maserasi
Secara harfiah berarti merendam. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana. Tidak ada batas pelarut dalam metode ini. Catatan jika menggunakan metode ini, simplisia dibasahkan terlebih dahulu, jika tidak di khawatirkan akan ada simplisia yang tidak teraliri pelarut. Proses maserasi sendiri dilakukan secara berulang dengan memisahkan cairan perendam dengan cara penyaringan, dekantir atau di peras, selanjutnya ditambahkan lagi penyari segar kedalam ampas hingga warna rendaman sama dengan warna pelarut.

7.    Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C5 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan carbon. Cincin A mamiliki karakteristik bentuk hidroksilasi floroglusinol atau resorsinol, dan cincin B biasanya 4-, 3,4- atau 3,5,4-terhidroksilasi (Sastrohamidjojo, H., 2001). Struktur dasar flavonoid C6-C3-C6 :
8.    Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa tersebut.
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan yang terdiri dari kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi padat, kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta kromatografi kolom kapiler (Hostettmann, K., dkk., 1995).

IV.        Alat dan Bahan
ALAT
1.    Seperangkat alat maserasi
2.    Seperangkat alat KLT
3.    Beaker glass
4.    Stirer
5.    Rotavapour
6.    Cawan porselin
BAHAN
1.    Simplisia temu kunci (Boesenbergia pandurata)
2.    Etanol
3.    Etil asetat
4.    Heksan
5.    Standar pinostrobin

   V.        Cara Kerja
1.    EKSTRAKSI
Sebanyak 100 gram rimpang temu kunci yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam beaker glass 500 ml, kemudian tambahkan 200 ml etanol. Campuran tersebut selanjutnya diaduk selama 1 jam menggunaan stirer. Campuran tersebut kemudian disaring. Hasil saringan dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap putar (rotavapour) hingga volume kurang lebih 10 ml. Hasil rotavapor dikumpulkan dan dipindahkan ke cawan porselin.
2.    ISOLASI DENGAN KLT PREPARATIF
Ekstrak yang sudah kental ditotolkan pada plat silica GF 254 sepanjang 5x10 cm sebanyak 10 kali. Pengembang yang digunakan adalah etil asetat : heksan (4:1). Dideteksi dengan menggunakan lampu UV 366 nm, bercak dengan pita ditandai. Bercak yang ditandai dikerok dan dilarutkan dalam etanol kemudian etanol diuapkan.
3.    IDENTIFIKASI
Ambil sedikit padatan dengan ujung spatel kecil, larutkan dalam etanol. Larutan siap dianalisis secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis dengan kondisi sebagai berikut:
a.    Fase diam : Silika gel GF 254
b.    Fase gerak : Etil asetat : Heksan (1:4)
c.    Cuplikan : Larutan sampel dan pembanding pinostrobin dalam etanol
d.    Deteksi : UV 254
Catat harga Rf dan bandingkan dengan harga Rf standar pinostrobin

VI.        Hasil
Nama simplisia                           : Boesenbergia Pandurata
Metode ekstaksi                          : Maserasi
Jumlah pelarut yang diperlukan    : 500 ml
Jumlah siklus                              : -
Rendemen ekstrak                      : -

Pemerian ekstrak
1.    Aroma                    : Khas aromatik
2.    Warna                    : Kekuning-kuningan
3.    Bentuk/tekstur        : Cair
Hasil pengamatan dengan kromatografi
1.    Fase diam     : silika gel GF 254
2.    Fase gerak    : Etil asetat : Heksan (1:4)
3.    Pembanding : Pinostrombin
4.    Deteksi                  :  UV 366
Rotary evaporator
1.    Suhu            : 60⁰C
2.    Putaran        : 80 rpm
3.    Waktu          : 8.40 – 10.20 (100 menit)

Ekstrak
Berat cawan kosong          : 36, 294 gram
Berat cawan + ekstrak       : 57,758 gram
Berat ekstrak                    : 36, 294 gram – 57,758 gram
                                      : 21, 464 gram


VII.        Pembahasan
Temu kunci merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat. Bagian yang digunakan umumnya adalah rimpang. Tanaman ini diperbanyak dengan pemotongan rimpang menjadi beberapa bagian(tiap bagian terdapat paling sedikit dua tunas) dan penanaman dilakukan pada jarak 30 cm.
Salah satu kandungan zat aktif dari temu kunci adalah flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan dalam jaringan tanaman. Tanaman yang mengandung flavonoid dapat digunakan sebagai antikanker, antioksidan, antiinflamasi, antialergi dan antihipertensi.
Pada praktikum kali ini dilakukan isolasi temu kunci (Boesenbergia pandurata) dan isolasi flavonoid dari temu kunci tersebut. Metode ekstraksi yang digunakan untuk ekstraksi temu kunci adalah maserasi. Maserasi merupakan metode yang paling sederhana dalam isolasi flavonoid yang berarti merendam simplisia dengan pelarut yang sesuai.
Dalam praktikum ini ekstrak sudah dibuatkan, sehingga ekstrak langsung dipekatkan dalam rotary evaporator sampai didapat ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh, ditotolkan pada plat silika gel GF 254 memanjang dengan 15 totolan dan pembanding pinostrombin 2 totolan. Setelah itu dielusikan di chumber yang telah dijenuhkan.
Chumber dijenuhkan dengan fase gerak etil asetat : heksan (1:4). Tujuan penjenuhan untuk menyamakan tekanan dalam chumber. Elusi ditunggu sampai fase gerak mencapai batas yang ditentukan dan dilakukan uji KLT preparatif.
Hasil identifikasi dalam KLT diperoleh hasil bahwa pendaran cahaya pada ekstrak temu kunci saling berikatan (tidak terjadi pemisahan) dan elusi kurang sempurna. Hal ini dikarenakan penotolan bleber (ekstrak masih mengandung banyak air) dan silika gel rusak saat penotolan sehingga ekstrak tidak terelusi dengan baik.

VIII.        Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa ekstrak temu kunci yang diekstraksi dengan maserasi tidak dapat dihitung harga Rf-nya dikarenakan tidak terjadi pemisahan pada pendaran dibawah sinau UV 366 dan elusi pada plat KLT kurang sempurna karena penotolan bleber (ekstrak kurang kental) dan silika rusak saat penotolan.

IX.        Daftar Pustaka
Utami, Putri Wahyu.2012. Efek Ekstrak Etanol 70 % Rimpang Temu
Kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb) Schlechter) Terhadap Kadar Asam Urat Tikus yang Diinduksi Kalium Oksalat. Jurusan FMIPA : UI Press
Latifah. 2015. Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid dan Uji Aktivitas
Antioksidan pada Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga, L) dengan Metode DPPH (1,1- Difenil, 2-pikellhidroksil. Jurusan FMIPA : Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang.
Herbarium     Bandungense,         Institut         Teknologi     Bandung.      (n.d).  Klasifikasi
Tumbuhan     Boesenbergia rotunda (L.) Mansfeld. Januari 25, 2012. http://www.sith.itb.ac.id/herbarium/index.php?c=herbs&view=detail&spid=1 98177.
Geonadi, F.A., Fitria, M., Ayu, D.P., Sulistyorini, E., & Asyiah, Cancer
Chemoprevention Research Center, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. (n.d). Temu Kunci
(Boesenbergia pandurata). Januari 25, 2012. http://www.ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=166
Rukmana, R. (2008). Temu-temuan, apotik hidup di pekarangan. Yogyakarta:
Kanisius., 17-19.
Plantus, 2008, Fingerroot (Boesenbergia pandurata Roxb. Schult).
Hostettmann, K., dkk., 1995, Cara Kromatografi Preparatif, Penerbit ITB, Bandung.
Sastrohamidjojo, Hardjono., 2001, Kromatografi, Liberty, Yogyakarta.


Fraksinasi Secara Ekstraksi Cair-Cair

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PERCOBAAN KE 6 FRAKSINASI SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR Nama                       ...