LAPORAN
PRAKTIKUM
FITOKIMIA
PERCOBAAN
KE 2
IDENTIFIKASI TANIN
DARI DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.)
Nama : Lusiana Danis Pramesti
NIM :
1606067071
Kelompok : A3
Hari, Tanggal Praktikum :
Sabtu,
26 Mei 2018
Dosen Pembimbing :
Erma Yunita,
M.Sc., Apt
LABORATURIUM
FITOKIMIA
AKADEMI
FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
HALAMAN
PENGESAHAN DAN PERNYATAAN
Laporan Praktikum FITOKIMIA Percobaan Ke 2
dengan Judul IDENTIFIKASI TANIN DARI DAUN SIRIH HIJAU (Piper betle L.) adalah benar sesuai dengan hasil praktikum yang
telah dilaksanakan. Laporan ini saya susun sendiri berdasarkan data hasil
praktikum yang telah dilakukan.
Dosen
Pembimbing,
(Erma Yunita, M.Sc., Apt)
|
Yogyakarta,
30 Juni 2018
Mahasiswa,
(Lusiana Danis Pramesti)
|
Data
Laporan (Diisi dan diparaf oleh
Dosen/Laboran/Asisten)
Hari, Tanggal Praktikum
|
Hari, Tanggal Pengumpulan Laporan
|
Sabtu, 26 Mei 2018
|
Sabtu, 30 Juni 2018
|
Nilai
Laporan (Diisi oleh Dosen)
No.
|
Aspek Penilaian
|
Nilai
|
1.
|
Ketepatan
waktu pengumpulan (10)
|
|
2.
|
Kesesuaian
laporan dengan format (5)
|
|
3.
|
Kelengkapan
dasar teori (15)
|
|
4.
|
Skematika
kerja (10)
|
|
5.
|
Penyajian
hasil (15)
|
|
6.
|
Pembahasan
(20)
|
|
7.
|
Kesimpulan
(10)
|
|
8.
|
Penulisan
daftar pustaka (5)
|
|
9.
|
Upload
data via blog/wordpress/scribd/ academia.edu (10)
|
|
TOTAL
|
Laporan
praktikum
Fitokimia
Percobaan
ke 2
Identifikasi
tanin dari daun sirih hijau (piper Betle l.)
A.
Judul
Praktikum
Identifikasi tanin dari
daun sirih hijau (piper Betle l.)
B.
Tujuan
Praktikum
Mahasiswa dapat memahami
dan dapat melakukan identifikasi tanin dari daun sirih hijau berikut analisis
kualitatif golongan senyawa tersebut dengan metode kromatografi lapis tipis.
C.
Dasar
Teori
1. Klasifikasi
Daun sirih (Piper betle L.)
Menurut Crounquist (1981), klasifikasi sirih
(Piper betle L.) adalah sebagai
berikut :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus :
Piper
Spesies :Piper betle
L.
2. Deskripsi
Daun sirih (Piper betle L.)
Menurut
Fauziah (2007) tanaman sirih ini merupakan tanaman yang tumbuh merambat, mirip
tanaman lada. Tingginya mencapai 5-15 m, tergantung pertumbuhan dan tempat
merambatnya. Batangnya berwarna hijau kecokelatan. Daun sirih hijau berbentuk
jantung dan berwarna hijau. Rasa sirih hijau tua pedas sehingga banyak dipakai
untuk obat karena kandungan minyak atsirinya lebih tinggi, sirih berdaun hitam
biasanya digunakan sebagai obat.
Permukaan daun agak kasar jika diraba. Bunganya merupakan buah buni, berbentuk
bulat, berdaging, dan berwarna kuning hijau. Tanaman sirih menyukai tempat yang
terbuka atau sedikit terlindungi dan terdapat tempat untuk merambat. Tanaman
sirih dikenal sejak tahun 600 SM dan
banyak ditanam oleh masyarakat. Selain sebagai antiseptik, minyak atsiri dari
daun sirih juga berfungsi sebagai insektisida dan fungsida.
Gambar
2.1 Daun sirih
3.
Kandungan Daun Sirih (Piper betle L.)
Daun
sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari chaficol paralyphenol atau
betlephenol. Daun sirih mengandung zat – zat yaitu atsiri yang terdiri dari
fenol dan sebagian besar chavicol. Chavicol memiliki daya antiseptik lima kali
daripada fenol biasa. Daun sirih mengandung antiseptik berupa senyawa senyawa
fenolik seperti eugenol, chavicol 7,2 – 16,7 %, alilpyrolcatekol, dan
chavibetol 2,7 – 6,2% (Kusdarwati, 2013). Daun sirih juga mengandung kadinen
2,4-15,8%, estragol, terpenoid, sesquiterpen, fenil propane, tanin, diastase,
pati dan gula (Achmad dan Suryana, 2009).
Tanin
merupakan senyawa anti jamur yang menghambat kerja enzim selulosa dan
hemiselulosa (Kusuma, 2004). Menurut Moelijanto dan Mulyono (2003) tanin dapat
menghambat fosforilasi oksidatif oleh mitokondria sehingga sistem transpor
elektron terhambat, tanin juga mampu membentuk ion kompleks dengan ion metal
sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Senyawa fenil propanoid
dan tanin yang terkandung didalam ekstrak daun sirih dapat mematikan bagi jamur
Candida albicans (Reveny, 2011).
Kandungan
minyak atsiri pada daun sirih berkisar 0,9-1,2 % yang memiliki kegunaan sebagai
antiseptik dan anti mikroba. Minyak atsiri daun sirih mengandung eugenol,
seskuiterpen, pati, diastase, gula, zat samak, dan chavicol yang memiliki daya
mematikan kuman, antioksida, dan fungisida (Achmad dan Suryana, 2009).
4. Manfaat
Daun Sirih ( Piper betle L. )
Daun sirih sudah dikenal oleh orang
Indonesia sebagai tanaman obat yang berkhasiat dan telah teruji secara klinis
khasiat daunnya. Secara tradisional tanaman daun sirih dipakai untuk mengatasi
bau badan dan mulut, sariawan, mimisan. Membuat suara nyaring dan mengobati
keputihan pada wanita karena daun ini mengandung zat antiseptik yang mampu
membunuh kuman. Kandungan fenol pada daun sirih lebih efektif dibandingkan
dengan fenol biasa (Amrulloh, 2008).
Tanaman sirih memiliki aktifitas terhadap
bakteri dan jamur karena daun sirih mengandung minyak atsiri dengan komponen
fenol yang mempunyai daya antiseptik kuat dan memiliki potensi terhadap kuman
(Reveny, 2011). Daun sirih dimanfaatkan sebagai pembasmi jamur Phytopthora palmipora penyebab penyakit
busuk pangkal batang yang menyerang tanaman lada (Pudjiastuti, 1994). Ekstrak
daun sirih bermanfaat sebagai pembasmi jamur Fusarium oxysporum Schlecht penyakit layu fusarium pada tanaman
tomat,kentang, cabai dan jamur Rhizoctonia
solani Khun penyebab penyakit rebah semai pada tanaman padi, kacang
hijau,dan jeruk (Utami, 2000).
5.
Ekstraksi Daun Sirih
Ekstraksi merupakan kegiatan
pembuatan ekstrak dengan cara memisahkan kandungan kimia bahan yang dapat larut
dari bahan yang tidak dapat larut dalam pelarut yang sesuai. Metode yang biasa
digunakan untuk ekstraksi ada dua cara, dengan cara panas yaitu refluks,
soxlet, digesti, infus, dan dengan cara dingin yaitu maserasi dan perkolasi
(Anonim, 1986).
6.
Tanin
Tanin merupakan senyawa umum
yang terdapat dalam tumbuhan berpembuluh,
memiliki gugus fenol,
memilki rasa sepat
dan mampu menyamak kulit karena kemampuannya menyambung silang protein.
Jika bereaksi denganprotein membentuk
kopolimer mantap yang
tidak larut dalam
air. Tanin secara kimia dikelompokkan
menjadi dua golongan
yaitu taninterkondensasi dan tanin terhidrolisis.
Tanin terkondensasi
atau flavolan secara biosintesis
dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal yang
membentuk senyawa dimer dan kemudian
oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester
yang dapat terhidrolisis
jika dididihkan dalam asam
klorida encer (Harborne, 1987).
Uji
tanin dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak sampel kedalam metanol sampai sampel terendam semuanya. Kemudian
ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hitam kebiruan atau
hijau (Sangi et al., 2008).
7. Kromatografi
Lapis Tipis
Kromatografi adalah suatu nama yang
diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara
kromatografi menggunakan dua fase yaitu fasa tetap (stationary) dan fasa gerak
(mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa tersebut.
Cara-cara kromatografi dapat
digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat
padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut
dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi
partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada
empat macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan yang terdiri dari
kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi padat,
kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta kromatografi kolom kapiler
(Hostettmann, K., dkk., 1995).
D.
Alat Dan Bahan
1. ALAT
a. Seperangkat
alat infus
b. Seperangkat
alat KLT
2. BAHAN
a. Daun
sirih hijau segar
b. Aquadest
c. N-butanol
d. Asam
asetat
e. Aquadest
f. Plat
silica gel 254
E. Cara Kerja
1.
Ekstraksi
Dan Isolasi
Timbang
40 gram sebuk bahan, masukkan dalam panci infus dan tambahkan 240 ml air.
Didihkan selama 15 menit 90á´¼C. Saring campuran melalui corong Buchner sehingga
diperoleh filtrat yang jernih dan pindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang
bersih. Simpan dalam lemari es selama 1 minggu sehingga terbentuk kristal amorf
putih kekuningan. Tuangkan sebagian besar larutan jernih dengan hati-hati agar
kristal tidak ikut tertuang, kemudian saring kristal yang ada pada dasar
erlenmeyer melalui kertas saring yang telah ditara. Jika masih ada kristal yang
menempel pada dasar erlenmeyer bilas dengan air suling dan tuangkan bilasan ke
kertas saring, cuci kristal dengan 10 ml air es. Keringkan kertas saring
bersama endapan pada suhu 50á´¼C, sampai kering kemudian ditimbang untuk
memperoleh rendemen dari hasil yang didapat.
2.
Identifikasi
Flavonoid
Larutan dianalisis secara
kualitatif dengan kromatografi lapis tipis dengan kondisi sebagai berikut:
a.
Fase
diam : Silika gel GF 254
b.
Fase
gerak : n-butanol – asam asetat – air (5:1:4)
c.
Cuplikan
: larutan sampel dan pembanding larutan asam tanat
d.
Deteksi
: UV 366
F.
Hasil
Praktikum
1. Nama
simplisia :
Piper betle
2. Metode
ekstaksi : Infundasi
3. Jumlah
pelarut yang diperlukan : 240 ml
4. Jumlah
siklus : 1
5. Rendemen
ekstrak : -
6. Pemerian
ekstrak
a. Aroma
: khas aromatik sesuai
tanaman asal
b. Warna
: kekuningan
c. Bentuk/tekstur
: infus cair
7. Hasil
pengamatan dengan kromatografi
a. Fase
diam :
plat silika gel GF 254
b. Fase
gerak : n-butanol – etil
asetat – air (5 : 1 : 4)
c. Pembanding : Asam tanat
d. Deteksi : UV 366
e. Pereaksi
Semprot : FeCl₃
Rf sampel :
0,8375
G.
Pembahasan
Sirih termasuk tanaman yang tumbuh merambat. Rasa sirih hijau tua pedas dan berbau khas aromatik. Kegunaan daun sirih hijau sangat beragam seperti antimikroba dan antidiare yang dihasilkan dari zat aktif tanin. Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa tanaman. Mekanisme kerja tanin terhadap bakteri dengan memprestipasi protein, inaktivasi fungsi materi genetik dan menginaktifkan kemampuan menempel bakteri.
Dalam praktikum ini digunakan daun
sirih hijau yang diinfundasi. Digunakan metode infundasi karena daun sirih
memiliki struktur jaringan yang lunak dan zat aktifnya berada diluar jaringan.
Hasil filtrasi yang telah didapatdilakukan pengujian uji kromatografi lapis
tipis dan uji skrining tanin.
Uji skrining dilakukan dengan
penambahan beberapa tetes larutan FeCl₃ pada larutan sampel hasil infundasi
daun sirih hijau dan didapatkan hasil perubahan warna pada sampel menjadi hijau
kehitaman. Hasil ini menunjukkan adanya tanin pada ekstrak daun sirih yang
diekstraksi sesuai dengan literatur.
Pengujian uji kromatografi lapis
tipis (KLT) menggunakan silika gel GF 254 sebagai fase diam, n-butanol – etil
asetat – air (5 : 1 : 4) sebagai fase gerak, larutan asam tanat sebagai
pembanding dan menggunakan detektor UV 366 untuk mendeteksi fase geraknya.
Fase gerak dicampur dalam corong
pisah dan dipisahkan minyak dan airnya. Minyak yang terpisah yang akan
digunakan sebagai fase gerak, dijenuhkan untuk menyamakan tekanan dan uap dalam
chamber. Setelah itu dijenuhkan plat yang sudah ditotol larutan sampel daun
sirih dan larutan pembanding.
Hasil pembacaan menggunakan
detektor UV 366 dan pereaksi semprot FeCl₃ didapatkan hasil panjang fase gerak
larutan sampel 6,7 cm dan panjang fase gerak larutan pembanding 6,4 cm. Hasil
Rf sampel 0,8375 dan Rf pembanding 0,8
H.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum ini
dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun sirih yang diuji mengandung tanin
berdasarkan hasil uji skrining dan kromatografi lapis tipis dengan harga Rf
0,8375.
I.
Daftar
Pustaka
Achmad & I. Suryana. 2009. Pengujian Aktifitas
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L)
Terhadap Rhizoctonia sp. Secara In
Vitro. Jurnal Penelitian Fakultas
Kehutanan
Institut
Pertanian Bogor . 20 (1)
: 92 – 98.
Amrulloh, I. 2008. Uji potensi ekstrak daun sirih ( Piper betle L.) sebagai antimikroba
terhadap bakteri Xanthomonas
oryzae dan jamur Fusarium oxysporum.
Skripsi pdf. Malang : Fakultas Sains
dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Malang.
Anonim. 1986. Sediaan
Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Cronquist, A. 1981. An Intregrated System of Classification of Flowering Plants. New
York : Columbia University Press.
Fauziah, Mulisah, 2007, Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Penebar
Swadaya, Depok
Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun
Cara Modern
MenganalisisTumbuhan,
Terbitan Kedua. Bandung: ITB
Hostettmann, K., dkk., 1995, Cara Kromatografi
Preparatif, Penerbit
ITB, Bandung.
Kusdarwati, R. dkk.
2013. Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle L) Terhadap Saprolegnia
sp. Secara In Vitro. Jurnal
Penelitian
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. 5
(1) : 15-21
Kusuma, W.H.M.N. 1994. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jakarta : Pustaka
Kartim.
Moelijanto, R. D. & Mulyono. 2003. Khasiat Dan Manfaat Daun Sirih. Jakarta
:
Agromedia Pustaka.
Pudjiastuti. 1994. Kajian pendahuluan perasan daun
sirih , lada, dan cabai jawa
terhadaap pertumbuhan jamur. Hasil penelitian pemanfaatan pestisida nabati. Bogor : Institut
Teknologi Bandung.
Reveny, J. 2011.
Daya Antimikroba Ekstrak
dan Fraksi Daun Sirih (Piper betle
Linn.). Jurnal Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. 12 (1): 6-12
Sangi, M.; Runtuwene, M.R.J.; Simbala, H.E.I. dan
Makang, V.M.A. 2008. Analisis
Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara.Chemistry
Progress. Vol 1, hlm: 47-53
Utami, N. D. 2000. Uji
kemampuan daya hambat ekstrak daun sirih( Piper
betle L.)
terhadap pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum Schlecht dan Rhizoctonia
solani Khun secara in-vitro. Skripsi.
Purwokerto : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.